SURABAYA beritapatroli9.my.id
Wisuda SMPN 12 Surabaya: Pelanggaran Terhadap Aturan Walikota Eri Cahyadi yang Masih Tak Terbendung
Wisuda yang semestinya ditiadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk jenjang SD-SMP kembali digelar di SMPN 12 Surabaya, yang justru mengemasnya dalam bentuk pelantikan alumni 2025 di Gedung Convention Hall, Jl. Arif Rahman Hakim. Kegiatan ini memicu sorotan tajam dari publik, karena secara terang-terangan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, mengenai larangan wisuda untuk tingkat SD dan SMP. SURABAYA (11/25)
Menurut informasi yang dihimpun, acara yang diadakan pada Senin, 9 Juni 2025, pukul 07.00 WIB, ini merupakan pelanggaran serius terhadap kebijakan yang sudah disosialisasikan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Dispendik), yang melarang kegiatan wisuda untuk tingkat SMP dan SD. Ironisnya, hingga saat ini, baik Walikota Eri Cahyadi maupun Dispendik belum mengambil langkah tegas terkait pelanggaran tersebut, yang semakin memperburuk citra kebijakan yang telah ditetapkan.
Menariknya, meski Kepala SMPN 12 Surabaya dikabarkan tidak hadir dalam acara tersebut, banyak pihak meragukan ketidaktahuan mereka mengenai kegiatan ini. Seolah mengalihkan tanggung jawab, pihak sekolah dan panitia acara berusaha mengelabui publik dengan menyebut acara ini sebagai “pelantikan alumni” yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan wisuda itu sendiri.
Ikatan Keluarga Alumni SMPN 12 Ngagel Rejo Surabaya (IKARHOLAZ) pun menjadi ‘kambing hitam’ yang digunakan untuk menutupi pelanggaran tersebut. Peraturan yang sudah jelas dan ditetapkan oleh Walikota Surabaya tampaknya sengaja dibengkokkan demi meloloskan kegiatan yang seharusnya ditiadakan.
Lebih lanjut, panitia acara menyampaikan bahwa tidak ada biaya yang dipungut dari siswa dalam pelaksanaan kegiatan ini. Namun, pernyataan ini berbanding terbalik dengan kenyataan yang ditemukan oleh media. Beberapa orang tua wali murid mengungkapkan bahwa pengumpulan dana untuk acara tersebut dilakukan dengan cara menabung setiap bulan sebesar Rp 25.000 hingga terkumpul total Rp 300.000 per siswa. Bahkan, diketahui bahwa ada dana donatur yang digunakan untuk subsidi siswa yang tidak dapat mencapai jumlah tabungan tersebut.
Publik pun semakin geram dengan ketidaktegasan yang ditunjukkan oleh pihak berwenang terhadap pelanggaran ini. Seiring dengan sorotan yang semakin tajam terhadap transparansi dan akuntabilitas acara ini, sangat penting bagi Walikota Surabaya dan Dispendik untuk segera turun tangan, memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah yang telah melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Ini adalah momen penting untuk menegakkan aturan demi menciptakan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh warga Surabaya.
Tindakan tegas diperlukan demi menjaga integritas kebijakan pendidikan yang sudah jelas, agar kejadian serupa tidak terulang dan aturan tetap dihormati.
(EKO)